Jumat, 15 April 2011

TRAUMA ABDOMEN

1. LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN
1.Trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
2. Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
3. Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
4. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
5. Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

1.2 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) (FKUI, 1995).

1.3 TANDA DAN GEJALA
1.3.1 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

1.3.2 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
1. Kehilangan darah.
2. Memar/jejas pada dinding perut.
3. Kerusakan organ-organ.
4. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut
5. Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1) Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2) Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3) Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4) IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
5) Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6) Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).

1.5 PENATALAKSANAAN KEDARURATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
1) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
2) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
3) Gunting baju dari luka.
4) Hitung jumlah luka.
5) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
1) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
2) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
3) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
4) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah kekeringan visera.
1) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
2) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
1) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
2) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
3) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.



1.6 KOMPLIKASI
1) Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2) Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001)








2. ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 Trauma Tembus abdomen
1. Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
2. Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
3. Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
4. Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
5. Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2.1.2 Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
1. Metode cedera.
2. Waktu awitan gejala.
3. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
4. Waktu makan atau minum terakhir.
5. Kecenderungan perdarahan.
6. Penyakit dan medikasi terbaru.
7. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
8. Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
2.1.3 Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan (B1= Breathing)
Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan / instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis akibat multiple trauma. Penyebab yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya.
Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal.
Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak.
Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi.
2) Sistem cardivaskuler (B2 = blood)
Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan – organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah, sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.
Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks.
3) Sistem Neurologis (B3 = Brain)
Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala.
Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
4) Sistem Urologi ( B4 = bladder)
Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya.
Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi.
Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria.
5) Sistem Gatrointestinal (B5 = bowel)
Pada inspeksi :Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar, Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen, Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak.,Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi.
Pada palpasi :Adakah spasme / defance mascular dan abdomen,adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa, kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
Pada perkusi : Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana, kemungkinan – kemungkinan adanya cairan / udara bebas dalam cavum abdomen.
Pada Auskultasi :Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang.
Pada rectal toucher :Kemungkinan adanya darah / lendir pada sarung tangan.Adanya ketegangan tonus otot / lesi pada otot rectum.
6) Sistem Tulang dan Otot ( B6 = Bone )
Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.
Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis










2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah ke jaringan
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perluasan port de entry
4. Resiko cedera berhubungan dengan suplai O2 ke otak berkurang
5. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan distensi rongga abdomen
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
9. Ansietas berhubungan dengan pengobatan, pembedahan yang akan dilakukan


2.3 INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah ke jaringan.
Tujuan : Pasien menunjukan perbaikan perfusi jaringan setelah dilakukan tindakan keperawatan ….x 24 jam
Dengan kriteria hasil:Status haemodinamik dalam kondisi normal dan stabil,Suhu (36,50C-37,50C)dan warna kulit bagian akral hangat dan kemerahan,Capillary reffil kurang dari 3 detik,Produksi urine lebih dari 30 ml/jam.
Intervensi dan rasional :
1) Jelaskan terjadinya perubahan perfusi jaringan
Rasional : pasien dapat kooperatife dalam setiap perawatan yang dilakukan dan koping pasien menjadi efektif.
2) Lakukan pemeriksaan Glasgow Coma scale (GCS) dan pupil.
Rasional: penurunan kesadaran merupakan salah satu tanda kehilangan darah yang banyak.
3) Lakukan pemeriksaan Capillary reffil, warna kulit dan kehangatan bagian akral.
Rasional: Capillary reffil < 2 detik, warna kulit dan kehangatan bagian akral menandakan keadekuatan peredaran darah ke jaringan.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus.
Rasional: untuk mengganti cairan yang hilang
5) Kaji dan monitoring kondisi pasien termasuk Airway, Breathing dan Circulation serta kontrol adanya perdarahan.
Rasional: sebagai tanda dari keadekuatan system sirkulasi.
6) Observasi tanda – tanda vital setiap 15 menit.
Rasional: untuk mengetahui keadaan umum pasien.
7) Monitoring input dan out put terutama produksi urine.
Rasional : mengetahui apakah cairan tubuh pasien sudah terpenuhi.

2 Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan rasional :
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.


3 Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang,Klien tampak tenang.
Intervensi dan rasional :
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
4) Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.


4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perluasan port de entry
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus,luka bersih tidak lembab dan tidak kotor,Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan rasional:
1) Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

4 Resiko cedera berhubungan dengan suplai O2 ke otak berkurang
Tujuan: Pasien tidak mengalami cedera setekah dilakukan tindakan keperawatan ….x 24 jam
Dengan kriteria hasil:Pasien terhindar dari cedera fisik
Intervensi dan rasional :
1) Jelaskan kepda pasien tentang resiko cedera
Rasional: menghindari pasien dari cedara dan membantu pasien dalam membuat koping yang positif.
2) Bantu pasien dlam ambulasi
Rasional : untuk mencegah cedera pada pasien
3) Ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan bila memungkinkan
Rasional :untuk menghindari resiko cedera pada pasien
4) jauhi pasien dari lingkungan yang berbahaya
Rasional: lingkungan yang berbahaya dapat membuat pasien cedera.

5 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan distensi rongga abdomen
Tujuan :Pasien menunjukan perbaikan pola napas setelah dilakukan tindakan keperawatan ……...x 24 jam
Dengan kriteria hasil:RR 12 – 20 x/menit,Pasien tidak merasa sesak,Ekspansi paru maksimal
Intervensi dan rasional
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya ketidakefektifan pola nafas.
Rasional :Ketidakefektifan pola nafas terjadi karena distensi abdomen yang menekan diafragma sehingga ekspansi thoraks tidak maksimal.
2) Ajarkan klien nafas dalam
3) Rasional:untuk meningkatkan kenyamanan
4) Berikan posisi semi fowler jika ada kontraindikasi
Rasional: untuk meningkatkan ekspansi dinding dada.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam
•Pemberian O2
Rasional :untuk memenuhi kebutuhan oksigen
•Bantu intubasi jika pernafasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan ventilator sesuai indikasi.
Rasional :untuk membantu pernafasan adekuat.
6) Observasi usaha pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, nafas cuping dan penggunaan otot bantu nafas
Rasional: untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi dan menentukan intervensi yang tapat.
7) Observasi adanya sesak atau dispnea
Rasional : untuk mengetahui keadaan pernafasan pasien.






6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri, pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu, Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan rasional :
1) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

7 Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :penampilan yang seimbang, melakukan pergerakkan dan perpindahan, mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan rasional :
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

8 Ansietas berhubungan dengan pengobatan, pembedahan yang akan dilakukan.
Tujuan : pasien tidak cemas setelah dilakukan tindakan keperawatan ….x 24 jam
Dengan Kriteria hasil:Klien mengatakan tidak cemas.Ekspresi wajah klien tampak tenang dan tidak gelisah.Klien dapat menggunakan koping mekanisme yang efektif secara fisik – psiko untuk mengurangi kecemasan.
Intervensi dan rasional :
1) Jelaskan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta keluarga.
Rasional : meningkatkan koping positif pada klien dan keluarga.
2) Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta rasa kekhawatirannya
Rasional : mengetahui tingkat kecemasan pasien dalam menghadapi sakitnya.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional: pasien dapat mengurangi perasaan cemasnya
4) Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu mengungkapkan perasaannya
Rasional : mengurangi perasaan cemas pasien dan pasien merasa diperhatikan
5) Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan pembedahan yang akan dilakukan
Rasional :.mengetahui koping yang akan dilakukan oleh pasien

2. 4 EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. (Brooker, 2001).






















DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta :EGC

Lynda Jual Carpenito-Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :EGC

Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, Jakarta :EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC

Wilkinson M Judith.2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

1 komentar:

  1. The best Iron Chain chain in history - TITONIC ARTS
    'Iron chain titanium pot in history' titanium chain (Iron titanium flask chain). - See titanium bars iron chain designs and titanium dive watch images from TITONIC ARTS on the tittins!

    BalasHapus